Senin, 14 Oktober 2013

Seberkas Harapan Itu!!!

Takbiran Idul Adha 1434H


Tak terasa ini sudah berapa tahun yaa bisa menikmati perayaan idul adha. Hemm setiap tahun tentunya akan mengalami suasana yang berbeda dalam menyambut takbiran dan sholat idul adha. Kalau flash back akan banyak cerita yang bisa aku uraikan. Tapi, semua itu menjadi potongan puzzle yang telah aku lalui. Tak ada rencana sebelumnya, tyas tiba-tiba ngajak untuk takbiran di Masjid Raya Klaten. Hemm boleh juga. Di desa juga tidak ada informasi takbiran buat adik-adik.
Ba’da Isya’ siap-siap sekalian nanti berangkat ke Solo. Mampir dulu ke Masjid Raya Klaten menikmati dan mengikuti takbiran. Hemm ketika sudah sampai alun-alun. Ramee banget. Kagetnya yang tak lihat bukan orang takbiran tapi sajian kuliner dan banyak orang nongkong, seperti pasar malam Entah mereka juga mengumandangkan gema takbir atau tidak. Wallahu’alam. Ke masjid harus muter dulu lewat jalan selatan lapangan alun-alun dan bener-bener padat. Setelah masuk Masjid Raya Klaten, ada fenomena yang berbeda dengan yang berada di sekitar alun-alun. Wahhh rame banget yang pada ikut lomba takbiran. Jadi ingat masa-masa kecil dulu. J MasyaAllah luar biasa. Ketika satu per satu kelompok peserta dari adik-adik TPA, remaja masjid, dan perwakilan sekolah. Kreatif-kreatif ada yang bikin sapi, kambing, lampion,dll.
Ya Allah ternyata masih ada yang mau aktif di masjid dan menghidup-hidupkan masjid yaa. Walaupun kualitas itu belum terlihat tapi dengan melihat kuantitas yang lumayan banyak seperti ada harapan bahwa masih ada remaja yang peduli dan terpaut di masjid. Tinggal yang banyak itu bagaimana mejaganya agar tidak mundur satu per satu. PR nehh, PR siapa yaa J
Setelah beberapa lama di Masjid Raya Klaten, aku langsung capcus berangkat ke Solo. Sendirian ditemeni si polang takbiran sepanjang jalan sambil menikmati sekeliling jalan. Hemmm fenomena yang berbeda. Jarang terdengar suara takbiran yang bersahut-sahutan. Sepi… Yang terlihat malah genk-genk motor yang tidak tahu mereka pada melakukan apa. Kangen suasana di sekitar rumah. Ramee takbiran dan saling bersahut-sahutan. Sepanjang jalan Slamet Riyadi pun sepiiiii. Ya Allah, rasanya tak kuasa. Kejadian yang membuat aku miris saat lewat depan tirtonadi, ada beberapa anak muda yang bareng-bareng naik motor. Awalnya husnudzon tapi setelah masuk menyusup di gerombolan mereka jangankan takbir yang mereka ucapkan tapi malah omongan yang gak baik. Astaghfirullaah…..
Ya Allah, kenapa aku harus mengetahui ini semua dan seakan-akan ini menjadi PR buat aku. Lantas aku harus buat seperti apa? Aku bukan seperti naruto yang bisa membuat dirinya lebih banyak. Aku hanya satu  tidak bisa dipecah-pecah. Tapi kenapa aku yang terus mendapat dan merasakan kegelisahan ini semua.
Lakukan yang terbaik yang bisa kita lakukan!!!:)

Senin, 14 Oktober 2013 @ Klaten-Solo Kost Robi’ah J

Minggu, 06 Oktober 2013

SCK (Semakin Cinta KAMMI) Gara-Gara DM2



Part 1
Bagian dari mengapa aku mencintai KAMMI. DM2 membuat aku semakin cinta KAMMI. Begitulah ketika tak kenal maka tak sayang. Semakin mengenal semakin sayang. :)
Perjalanan DM2 meliputi 3 proses, sebelum, saat, dan sesudah. Ketiga proses ini saling melengkapi. Bagaimana usaha dan niat untuk ikut DM2 kemudian apa yang didapat selama DM2, dan apa yang akan dilakukan setelahnya. Ketiga bagian ini tak bisa dipisahkan. Kalau pun cerita awalya agak lebay, yaa inilah bagian dari yang tak terlupakan mengapa aku bisa bertahan.
4 tahun yang lalu aku ikuti DM1 dan sangat berkesan sekali. Hujan deras, petir menyambar, dan dengan khusyuknya kita dilantik menjadi AB1. Cukup lama juga 4 tahun setelahnya baru mengikuti proses DM2. Sebenarnya udah pernah, mau mengikuti yang di Solo sudah ikut sampai pra DM tinggal kamisnya berangkat tapi tidak jadi. Yang kedua baru akreditasi dan akhirnya gagal juga. Semua ini mungkin karena aku tak punya nyali untuk mengikutinya. Bagaimana tidak, kulihat bacaannya horror-horor semua dan aku pun seperti belum siap untuk menelannya. Lebih baik aku tak mengikutinya daripada aku nyeri di kepala gara-gara ikut itu. Hehehe
 Alhamdulilllah Allah mengizinkan bisa ikut DM2 di Bandung kemarin. Awalnya juga masih ragu-ragu. Bayangkan saja, sudah tidak jadi mahasiswa ikut DM2 mau ngapain coba. Masa-masa seperti ini yang terpikirkan kebanyakan mungkin kerja kerja kerja nikah. Tapi, entah kenapa ada hal yang menguatkan aku untuk ikut. Akreditasi sudah lewat… tugasnya masih proses. Mendekati hari H.. duh jadi berangkat gak yaa.. galau… biaya mahal mana gak ada uang.
Namun, yang namanya rezeki juga tak kemana. Tiba-tiba tak disangka Allah bukakan pintu rezekinya biar bisa ikut ini. Dapat tawaran jaga stand pameran di balaikota selama 4 hari. Alhamdulillaah lumayan juga buat beli tiket PP sama registrasi. Di mana ada niat di situ pasti ada jalan. Satu hal sudah terselesaikan. Namun, hati masih ragu-ragu berangkat atau tidak. Terakhir yang sangat menguatkan adalah ketika silaturahim AB3. MasyaAllah mimpi-mimpi itu seperti diingatkan kembali. Mimpi-mimpi itu dihadirkan kembali. Indonesia madani. Solo madani. Dan akhirnya aku putuskan untuk berangkat. Bismillaah :)
Perjalanan naik kereta Kahuripan menuju Kiaracondong, Bandung 
Surakarta, 23 September 2013 Pukul 17.50 WIB @Stasiun Jebres

to be continued :)

Jumat, 25 Januari 2013

The falling leaf doesn’t hate the wind (Daun yang Jatuh tak Pernah Membenci Angin)


wijii03-yeppo.blogspot.com

Sebuah kisah dari novel yang dilukiskan oleh Tere Liye mengharu biru membacanya. Kalau aku membaca seperti melihat rekaman videoku masa lalu dalam versi yang berbeda tetapi hampir sama alurnya. Tragis.. hehe lebay..
            Suatu saat aku pernah dikasih nasehat sama temen, “jangan banyakin baca novel nanti jadi lebay”. Oke2 mungkin memang lebay, sensitif tapi aku banyak belajar dari setiap cerita yang dilukiskan oleh pengarang dan tentunya alur ceritanya pun tidak sembarang dilukiskan. Aku yakin itu pasti refleksi kehidupan seseorang atau bahkan pengarang itu sendiri. Dari itu banyak hikmah, inspirasi yang kita dapatkan pasti itu. Aku jadi teringat kuliah semester lalu membahas penelitian sastra. Benar juga banyak nilai-nilai pendidikan yang bisa kita dapatkan dari mempelajari suatu sastra. Aku pun akan membuktikan semester ini (Insya Allah) agar orang jadi semakin suka dan berminat dalam dunia sastra. ^^
            Daun yang jatuh tak pernah membenci angin. Tidak semua orang mau memahami makna pada kalimat itu. Tapi aku bukan salah seorang itu karena dari membaca kalimatnya saja aku penasaran ingin memahami dulu dari versiku baru membaca isi bukunya. Alhasil, bener dan aku seperti aku dalam cerita itu tapi ya gak 100%. ^^
            Kisah Tania, Dede, Ibu, dan Danar lalu di akhir cerita bermunculan tokoh Ratna, Jhony Chan, Anne, Adi. Kalimat itu terucap dari bibir Danar ketika Tania dan Dede ditinggal pergi ibunya untuk selama-lamanya saat di pemakaman. Usia yang masih belia Tania 13 tahun dan adeknya 8 tahun.
“Ketahuilah, Tania dan Dede . . . . Daun yang jatuh tak pernah membenci angin . . . . Dia membiarkan dirinya jatuh begitu saja. Tak melawan. Mengikhlaskan semuanya. Tania, kau lebih dari dewasa untuk memahami kalimat itu. . . . Tidak sekarang, esok lusa kau akan tahu artinya . . . . Dan saat kau tahu apa artinya semua ini akan terlihat berbeda. . . . . “
Kalimat itu terjawab 8 tahun tepat hari meninggalnya Ibu Tania dan semuanya sudah berbeda sudah terlihat berbeda dengan yang dulu. Dede memulai upacara nonformal tersebut yang dihadiri Tania, Dede, Danar, Ratna, dan Adi.
“Dede dulu tak mengerti apa maksudnya (daun yang jatuh tak pernah membenci angin). Kalimat itu bahkan terdengar menyebalkan. Dede bahkan mengibaskan tangan orang yang mengatakannya. Ibu … Dede hanya berpikir ibu pergi karena tak sayang lagi dengan Dede. Yang bandel, selalu malas disuruh, hanya main melulu. Dede tahu ibu dulu selalu saying Kak Tania. Jadi tak mungkin Ibu pergi karena Kak Tania.”
“Dede ternyata keliru… Ibu pergi bukan karena tak sayang lagi pada Dede. Ibu pergi untuk mengajarkan sesuatu….”
“Bahwa hidup harus menerima… penerimaan yang indah. Bahwa hidup harus mengerti… pengertian yang tulus. Bahwa hidup harus memahami… pemahaman yang tulus. Tak peduli lewat apa penerimaan, pengertian, dan pemahaman itu datang. Tak masalah meski lewat kejadian yang sedih dan menyakitkan.
“Kami kecil sekali saat Ibu pergi. Gemetar menatap gelapnya masa depan. Takut becermin pada masa lalu yang getir.
“Ibu benar….Tak ada yang perlu disesali. Tak ada yang perlu ditakuti. Biarkan dia jatuh sebagaimana mestinya. Biarkan angin merengkuhnya, membawanya pergi entah ke mana. Dan kami akan mengerti, kami akan memahami,… dan kamu akan menerima.”

            Begitulah bahwa daun yang jatuh tak pernah membenci angin meski harus terenggutkan dari tangkai pohonnya.

>>> selebihnya silakan baca Novelnya yaa jangan sampai ketinggalan ^^
(15 Januari 2013 23:30 WIB) ditulis waktunya WIB karna bisa jadi suatu saat aku menulisnya bukan WIB. WITA, maupun WIT tapi yang lainnya. Amiin
#Imtiyaz_Umaimah09