Setiap kali yang terbayang ketika mendengar kata ‘pahlawan’, kita akan membayangkan sesosok manusia yang hebat, luar biasa, punya visi dan misi yang besar, dan dia adalah seseorang yang rela mengorbankan harta, jiwa, bahkan raganya untuk suatu tujuan yang mulia. Tak ada kekurangan pada dirinya karena yang terlihat hanya kebaikan-kebaikan dan kelebihan-kelebihannya. Tak salah kalau kita berpendapat seperti itu.
Yuk, kembali ke masa silam, masih ingat tidak pahlawan-pahlawan jaman dulu yang telah berjuang memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan di Indonesia. Masih ingat?? Wah keterlaluan kalau sampai-sampai kita lupa pahlawan kita. Tokoh yang begitu berjasa dengan pergerakan yang meraka lakukan. Namun, jika kita perhatikan setiap gerakan dan tokohnya selalu memiliki semacam ‘Raport Merah’. Karena memang kata d’massiv dalam cuplikan lagunya ‘jangan menyerah’ bahwa tak ada manusia yang terlahir sempurna.. Yupz, that’s right. Selain itu mungkin ada juga perbedaan dalam titik tekan dan prioritas yang ingin dimainkan oleh pencetus gerakan tersebut.
Di sini, saya bukan bermaksud menguak secara mentah-mentah keburukan seorang tokoh akan tetapi kita akan belajar memandang seorang tokoh atau pahlawan dari kacamata atau perspektif yang berbeda. Belajar tidak hanya yang baik-baik saja tetapi yang buruk pun juga perlu kita pelajari agar kita bisa mengambil sikap lebih baik lagi.
O.k langsung aja tentunya kita kenal beberapa tokoh ini yang juga tidak asing di telinga kita misalnya Buya Hamka, rapot merah beliau adalah ‘tangan saya pernah terbakar oleh politik’! Kemudian raport merah S.M.Kartosuwiryo adalah memproklamasikan berdirinya NII pada 7 Agustus 1945. Selain itu rapot merah Soekarno ialah cita-cita maha besar lalu memproklamasikan RI pada Jumat 17 Agustus 194 di bulan Ramadhan, lalu ia menghalau tokoh-tokoh Islam ke balik jerajak besi penjara seperti Moh.Natsir, Buya Hamka, EZ.Muttaqien, lalu menandatangani hukuman mati bagi proklamator NII, Kartosuwirjo. Raport merah Moh.Hatta adalah mencoret 7 kata yang terkenal dengan ‘kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya’ dalam Piagam Jakarta pada 18 Agustus 1945, yang menimbulkan luka dan polemik, pertarungan pena berkepanjangan sepanjang Indonesia merdeka.
Apa yang hendak ditekankan adalah bahwa setiap tokoh itu asal memiliki visi dan cita-cita besar, termasuk gerakan yang dibangunnya selalu memiliki semacam kekurangan. Setiap tokoh dan gerakannya pasti memiliki ‘raport merah’.
Tapi bagi kita yang terpenting, mereka telah BERBUAT sesuatu sekadar kemampuanya! Mari kita belajar dengan perspektif yang berbeda.