Kamis, 15 Maret 2012

Pahlawan Juga Manusia


Setiap kali yang terbayang ketika mendengar kata ‘pahlawan’, kita akan membayangkan sesosok manusia yang hebat, luar biasa, punya visi dan misi yang besar, dan dia adalah seseorang yang rela mengorbankan harta, jiwa, bahkan raganya untuk suatu tujuan yang mulia. Tak ada kekurangan pada dirinya karena yang terlihat hanya kebaikan-kebaikan dan kelebihan-kelebihannya. Tak salah kalau kita berpendapat seperti itu.
Yuk, kembali ke masa silam,  masih ingat tidak pahlawan-pahlawan jaman dulu yang telah berjuang memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan di Indonesia. Masih ingat?? Wah keterlaluan kalau sampai-sampai kita lupa pahlawan kita. Tokoh yang begitu berjasa dengan pergerakan yang meraka lakukan. Namun, jika kita perhatikan setiap gerakan dan tokohnya selalu memiliki semacam ‘Raport Merah’. Karena memang kata d’massiv dalam cuplikan lagunya ‘jangan menyerah’ bahwa tak ada manusia yang terlahir sempurna..  Yupz, that’s right. Selain itu mungkin ada juga perbedaan dalam titik tekan dan prioritas yang ingin dimainkan oleh pencetus gerakan tersebut.
             Di sini, saya bukan bermaksud menguak secara mentah-mentah keburukan seorang tokoh akan tetapi  kita akan belajar memandang seorang tokoh atau pahlawan dari kacamata atau perspektif yang berbeda. Belajar tidak hanya yang baik-baik saja tetapi yang buruk pun juga perlu kita pelajari agar kita bisa mengambil sikap lebih baik lagi.
O.k langsung aja tentunya kita kenal beberapa tokoh ini yang juga tidak asing di telinga kita misalnya Buya Hamka, rapot merah beliau adalah ‘tangan saya pernah terbakar oleh politik’! Kemudian raport merah S.M.Kartosuwiryo adalah memproklamasikan berdirinya NII pada 7 Agustus 1945. Selain itu rapot merah Soekarno ialah cita-cita maha besar lalu memproklamasikan RI pada Jumat 17 Agustus 194 di bulan Ramadhan, lalu ia menghalau tokoh-tokoh Islam ke balik jerajak besi penjara seperti Moh.Natsir, Buya Hamka, EZ.Muttaqien, lalu menandatangani hukuman mati bagi proklamator NII, Kartosuwirjo. Raport merah Moh.Hatta adalah mencoret 7 kata yang terkenal dengan ‘kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya’ dalam Piagam Jakarta pada 18 Agustus 1945, yang menimbulkan luka dan polemik, pertarungan pena berkepanjangan sepanjang Indonesia merdeka.
Apa yang hendak ditekankan adalah bahwa setiap tokoh itu asal memiliki visi dan cita-cita besar, termasuk gerakan yang dibangunnya selalu memiliki semacam kekurangan. Setiap tokoh dan gerakannya pasti memiliki ‘raport merah’.
Tapi bagi kita yang terpenting, mereka telah BERBUAT sesuatu sekadar kemampuanya! Mari kita belajar dengan perspektif yang berbeda.

Senin, 12 Maret 2012

Mahasiswa, Bergerak Tuntaskan Perubahan!!!

Mahasiswa merupakan suatu komunitas yang menjadi garda terdepan dalam sejarah perubahan bangsa. Mereka tak sekadar siswa melainkan sudah mahasiswa yang berarti siswa yang di-maha-kan, siswa yang dihormati dan dihargai di lingkungan masyarakat. Dengan kesempatan dan kelebihan yang mahasiswa miliki, mereka memunyai posisi di atas masyarakat. Namun, bukan berarti mereka memisahkan diri dari masyarakat.
            Harapan-harapan masyarakat demi perubahan bangsa ini terletak di pundak mahasiswa bukan yang lain. Kemandirian, jiwa rela berkorban, dan tidak ada kepentingan-kepentingan praktis selain kepentingan masyarakat. Kehadiran mahasiswa memang sangat diharapkan masyarakat.
            Suatu kesempatan ketika BK FSLDK Peduli Nasional mengadakan KKD (Kuliah Kerja Dakwah) di daerah Boyolali. Benar-benar terasa sekali kehadiran kita sangat diharapkan masyarakat sekitar. Di daerah tersebut yang melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi bisa dihitung dengan jari, tak banyak. Kegembiraan yang tersirat di wajah masyarakat terlebih adek-adek yang sangat berharap kepada kita.
            Selain itu, ketika kita pulang ke rumah dan ada kegiatan masyarakat, pasti kita menjadi sosok pahlawan yang dimintai bantuan untuk jadi MC, mengemas acara ini itu, banyak sekali dan itu dipercayakn kepada kita sebagai seorang mahasiswa, bukan yang lain. Masyarakat menilai mahasiswa memiliki nilai lebih dibanding yang lain.
            Namun, lain halnya ketika suatu hari seorang teman saya mengadu kepada saya tentang teman-teman yang lulus dari perguruan tinggi tetapi tidak memberikan kontribusinya kepada masyarakat. Teman saya itu memang hanya lulusan SMK, tidak melanjutkan ke perguruan tinggi namun hanya bekerja. Beliau mengharapkan kehadiran teman-teman mahasiswa atau yang sudah lulus karena beliau merasa tidak sanggup kalau hanya berjuang sendirian. Lalu kemana mereka selama ini? Apa yang sudah mereka dapatkan di perguruan tinggi yang konon katanya masuk pun tak tanggung-tanggung biayanya melangit apalagi biaya operasinal lainnya dari tahun ke tahun semakin naik.
            Dalam menyelesaikan problematika masyarakat, mahasiswa selalu menjadi harapan masyarakat untuk menyelesaikannya. Namun, kenyataannya sekarang mereka hilang entah kemana. Terkadang saya miris juga melihat masyarakat sekitar saya, memang ada yang kuliah tetapi banyak juga yang bekerja. Saya sangat menyayangkan begitu kita dewasa kita memilih jalan kita masing-masing dan seakan-akan tidak peduli dengan yang lainnya lagi. Saya melihat dan mengetahui kondisi teman-teman saya sungguh sangat miris. Banyak sekali pergaulan-pergaulan mereka yang kurang baik dan bahkan banyak juga yang hamil di luar pernikahan. Na’udzubillahimindzalik.
            Lalu, siapakah yang bertangguhjawab atas semua ini? Kalau orang tua mereka saja membiarkan begiru saja, bahkan acuh tak acuh terhadap pergaulan mereka. Kita yang katanya iron stock, agent of change, apa kontribusi kita?
            Kadang saat orang yang sudah hebat di kampus menjadi leader bahkan menjadi orang-orang penting di kampus saat kembali ke masyarakat mereka enggan untuk berkontribusi di sana. Memang berat, ya memang berat. Bahkan inilah lahan nyata yang harus kita garap setelah di kampus kita mendapatkan banyak ilmu dan suplemen-suplemen.
            Sudah saatnya lagi kita tidak hanya memikirkan diri kita sendiri. Tanggungjawab kita terhadap masyarakat yang semakin jauh dari nilai-nilai agama dan susila harus benar-benar kita pikirkan.
Ayo, kalau bukan kita siapa lagi?

Kini semua telah berubah bahkan perubahan itu sendiri pun turut berubah!